Selasa, 22 Oktober 2013

Negeri 5 Menara

TUGAS BAHASA  INDONESIA

Nama                           : Ines Wishaka Perba
Kelas                           : XI IPA 1
Judul Film                    : Negeri 5 Menara
Karya                          : Ahmad Fuadi
Sinopsis                       :

                          Alif lahir dipinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya adalah berburu durian runtun di rimba Bukit Barisan, bermain bola di sawah berlumpur dan tentu mandi berkecipak di air biru Danau Maninjau.
                          Tiba-tiba saja dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera dan Jawa menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah Ibunya: belajar di pondok.
                          Di kelas hari pertamanya di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera” sakti man jadda wajadda. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses.
                          Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Menatap awan lembayung yang berrarak pulang ke ufuk. Di mata belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Kemana impian jiwa muda ini impian, wakau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.
Unsur instrinsik:
1.      Tema:
Tema Film Negeri 5 Menara adalah pendidikan dan persahabatan serta semangat pantang menyerah dalam mengggapai cita-cita. Pendidikan dapat kita lihat dari dalam Film ini dibuka dengan kata mutiara dari Imam Syafi’i yang berhubungan dengan penuntutan ilmu.
2.      Tokoh:

Tokoh Utama:                   Tokoh Pembantu:
1.      Alif Fikri                     1.  Amak
2.      Raja Lubis                   2. Ayah Alif
3.      Baso Salahudin           3. Kyai Rais
4.      Said Jufri                     4. Kak iskandar
5.      Atang                          5. Randai
6.      Dulmajid                     6. Ust. Faris
                                    7. Ust. Kholid
8. Ust. Salman


3.      Latar Tempat:
a.       Padang, Sumatera Barat tepatnya di daerah sekitar danau Maninjau. Tempat Alif tinggal.
b.      Ponorogo, Jawa tepatnya di Pesantren Pondok Madani.
c.       Bandung, tempat tinggal Atang.
d.      Goa, Gorontalo, tempat Baso tinggal.
e.       London, tempat Alif, Atang, dan Raja bertemu.
f.       Jakarta, tempat Said dan Dulmajid ditelepon oleh Alif, Atang, dan Raja.
g.      Amerika, tempat Alif kerja.

4.      Latar Waktu:
a.       Dini Hari
“Dalam perjalannanku dari Padang ke Jawa Timur, aku sempat sekilas melewati Jakarta jam 3 dini hari”
b.      Pagi Hari
“Sejak dari pagi buta suasana PM sudah heboh”
c.       Siang Hari
“Aku, Atang, Baso, Dulmajid dan beberapa oranglain diminta datang jam 2 siang menghadap Ustad Torik”
d.      Sore Hari
“Tidak siap menjawab pertanyaan intregatif di senja bergerimis dalam keadaan kepayahan ini”
e.       Malam Hari
“Malam ini adalah salah satu dari malam-malam inspiratif yang digubah oleh Ustad Salman”

5.      Latar Suasana
a.       Emosi
“Sebelum meraka menyahut, aku telah membanting pintu dan menguncinya”
padaku”
b.      Sepi
“Diam sejenak. Sebuah pesan baru muncul lagi”
c.       Gugup
“kalimat yang sudah aku bayangkan tadi berantakan dibawah sorot mata Ustad Torik yang bikin ngilu”


d.      Bahagia
“Dengan penuh kemenangan kami keluar dari gerbang PM”
e.       Takut
“Aku katupkan mataku rapat-rapat. Apa yang akan dilakukan Tyson ini
f.       Sedih
“Diujung kelopak matanya aku menangkap kilau air yang siap luruh. Suaranya kini bergetar”

6.      Alur
Alur yang dijalankan maju-mundur.
a.       Pengenalan atau Awal Cerita
Awal cerita dalam film ini dibuka oleh Alif yang telah tinggal di Washington DC, Amerika Serikat dengan pekerjaannya sebagai Wartawan VOA, lalu setelah itu ia kembali mengingat masa lalunya saat konflik dimulai “Aku tersenyum. Pikiranku langsung terbang jauh ke masa lalu. Masa yang sangat kuat terpatri dalam hatiku”

b.      Timbulnya konflik atau Titik Awal Pertikaian
Awal  pertikaian dimulai saat Amak menyuruh Alif menolak permitaan Amak pada saat baru diberitahukan. Tetapi akhirnya, Alif pun bersedia bersekolah di persantren yang terletak di luar pulau Sumatera walaupun hanya setengah hati “jadi Amak mintak dengan sangat Waang tidak masuk SMA. Bukan karna uang tapi supaya ada bibit unggul yang masuk Madrasah Aliyah”

c.       Puncak Konflik atau Titik Puncak Cerita
Titik puncak dimulai saat Alif sudah naik kelas 6 di pondok Madani (PM) danmenjadi puncakk rantai makanan alias kelas tertinggi dipodok Madania “Seketika rasa ini melempar ingatanku kembali ke PM, ketika kami naik kelas 6, kelas pemuncak di PM”

d.      Antikklimaks
Antiklimaks dalam film ini dimulai pada saaat Alif serta santri PM lainnya akan mengadakan ujian akhir yang di laksanakan oleh siswa tahun terakhir PM. “inilah ujian yang paling berat yang anak-anak temui di PM”

e.       Penyelesaian Masalah
Pada akhirnya, setelah Alif menyelesaikan ujian pamungkas di PM serta lulus dari PM, cerita berbalik ke Alif yang telah sampai di PM untuk bertemu dengan Atang dan Raja yang mrupakan anggota Sahibun Menara.




7.      Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam film tersebut, yaitu Sudut pandang orang pertama tunggal dengan “ Aku” sebagai tokoh utama. Hal ini dibuktikan oleh pengarang yang selalu menyebut tokoh utama dengan kata “Aku” saat di narasi, dimana seakan akan pengarang adalah si tokoh utama : “ Iseng aja aku mendekat ke jendela kaca dan menyentuh permukaannya dengan ujung telunjuk tanganku”.

8.      Gaya Bahasa
a.       Majas Personifikasi
“Hawa dingin segra mejalari wajah dan lengan kananku”
b.      Majas Hiperbola
“Muka dan kupingku bersemu merah tapi jantungku melonjak-melonjak giran.”
c.        Majas Metafora
“Matahari sore mengantung condong kebarat berbentuk piring putih susu”

9.      Amanat
Amanat yang terkandung dalam film Negeri 5 Menara ini adalah bahwa dalam mengejar semua cita-cita beserta impian, tidak semua berjalan sesuai dengan apa yeng telah kita rencanakan tapi semuanya berjalan seiring bagaiman kita menyelesaikan rintangan yang datang menghadang dan untuk mendapatkan dan menggapainya juga, kita harus mengorbankan sesuatu.
Adapun amanat dari novel ini adalah sebuah perenungan yang diberikan penulis bagi pembaca untuk tidak putus asa dalam hidup dan bermanfaat bagi diri,keluarga,masyarakat,bangsa dan agama.
Kutipan Film : “Jangan pernah meremehkan impian walau setinggi apapun, Tuhan sungguh Maha Mendengar”
Man jadda wa jadda, Siapa yang besungguh akan berhasil.

10.  Unsur Ekstrinsik
a.       Nilai Moral
Kebersamaan Sahibul Menara daalm menghadapi segala hal dengan kerja sama dan pantang menyerah.

b.      Nilai Sosial
Dihidupan Pesantren, ita tidak dianjurkan untuk egois tapi saling embantu satu sama lain, mengutamakan kesolidaritasan

c.       Nilai Budaya
Anak laki-laki dan seorang ayah masyarakat Minangkabau tiak pernah berangkulan “dikampungku memang tidak ada budaya berangkulan anak laki-laki dan seorang ayah”


d.      Biografi Pengarang
              Ahmad Fuadi lahir di Bayur, kampung kecil di pinggir Danau Maninjau tahun 1972, tidak jauh dari kampung Buya Hamka. Fuadi merantau ke Jawa mematuhi permintaan Ibunya untuk masuk sekolah agama. Di Pondok Modern Gontor dia bertemu dengan kiai dan ustad yang diberkahi keikhlasan mengajarkan ilmu hidup dan ilmu akhirat. Gontor pula yang mengajarkan kepadanya “mantra” sederhana yang sangat kuat, man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses. Lulus kuliah Hubungan Internasional UNPAD, dia menjadi wartawan majalah Tempo. Kelas jurnalistik pertamanya dijalani dalam tugas-tugas reportase di bawah bimbingan para wartawan senior Tempo. Tahun 1999, dia mendapat beasiswa Fulbright untuk kuliah S-2 di School of Media anad Public Affairs, George Washington University, USA. Merantau ke Washington DC bersama Yayi, istrinya –yang juga wartawan Tempo- adalah mimpi masa kecilnya yang menjadi kenyataan. Sambil kuliah, mereka menjadi koresponden Tempo dan wartawan Voice of America (VOA).
              Berita bersejarah seperti tragedi 11 September dilaporkan mereka berdua langsung dari Pentagon, White House dan Capitol Hill. Tahun 2004, jendela dunia lain terbuka lagi ketika dia mendapatkan beasiswa Chevening Award untuk belajar di Royal Holloway, University of London untuk bidang film dokumenter. Seorang scholarship hunter, Fuadi selalu bersemangat melanjutkan sekolah dengan mencari beasiswa. Sampai sekarang, Fuadi telah mendapatkan 9 beasiswa untuk belajar di luar negeri. Dia telah mendapat kesmepatan tinggal dan belajar di Kanada, Singapura, Amerika Serikat, Inggris, dan Italia. Penyuka fotografi ini pernah menjadi Dirktur Komunikasi The Nature Conservancy, sebuah NGO konservasi internasional. Kini, Fuadi sebibuk menulis, jadi pembicara dan motivator, serta membangun yayasan sosial untuk membantu pendidikan orang yang tidak mampu –Komunitas Menara.
              Novel perdananya –Negeri 5 Menara- telah mendapatkan beberapa penghargaan, antara lain Nominasi Khatulistiwa Award 2010, Penulis & Buku Fiksi Terfavorit versi Anugerah Pembaca Indonesia, Buku Fiksi & Penulis Fiksi Terbaik 2011 dari Perpustakaan Nasional. Negeri 5 Menara juga telah diadaptasi ke layar lebar dengan judul yang sama, dan menjadi salah satu film terlaris tahun 2012.
              Dalam film ini digambarkan tentang tekad, kerja keras juga persaudaraan. Dimana jika kita bersungguh-sungguh dan bertekad besar dalam meraih impian kita, niscaya kita dapat meraihnya. Walaupun akan ada banyak tantangan dan hambatan di setiap langkah kita.

              Kisahnya bermula dari seorang anak bernama Alif. Alif baru saja tamat dari Pondok Madani. Dia selalu bermimpi, bahwa dirinya bisa menguasai bahasa Arab dan Inggris, kemudian dia ingin belajar teknologi tinggi di Bandung seperti Habibie, lalu merantau sampai ke Amerika.
              Alif tinggal di sebuah kampung kecil dipinggir danau Maninjau, dia yang tidak pernah menginjakkan kakinya ke luar tanah Minang harus mengalahkan impiannya memenuhi keinginan sang bunda, Amak yang menginginkan Alif masuk pesantren di pulau Jawa. Amak berharap Alif bisa bermanfaat bagi banyak orang, seperti Bung Hatta dan Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Alif menerimanya dengan setengah hati, dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera dan Jawa menuju sebuah Pondok Madani di sudut kota Ponorogo, Jawa Timur.

              Kesan pertama yang ia dapatkan setibanya di Pondok Madani adalah kampungan dengan berbagai peraturan yang ketat semakin meremukkan semangat Alif. Namun seiring berjalannya waktu, ia pun mulai bersahabat dengan teman sekamarnya, Baso dari Gowa, Atang dari Bandung, Raja dari Medan, Said dari Surabaya, dan Dulmajid dari Madura. Berawal dari kebiasaan berkumpul di bawah menara masjid, mereka berenam pun menamakan diri Sahibul Menara, alias Pemilik menara.

              Kata-kata Ustad Salman, salah seorang guru di pondok pesantren itu telah menginspirasi Alif dan teman-temannya di kelas hari pertamanya. "Man Jadda Wa Jada.. Man Jadda Wa Jada" yaitu Barang siapa bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Keenam sahabat ini memiliki impian masing-masing dan bertekad meraihnya.

              Alif masih bermimpi bahwa dirinya bisa menguasai bahasa Arab dan Inggris, kemudian dia ingin belajar teknologi tinggi di Bandung seperti Habibie, lalu merantau sampai ke Amerika. Maka dari itu selesai dari Pondok dengan semangat besar dia pulang ke Maninjau dan tak sabar ingin segera kuliah.

              Namun sahabat karibnya, Randai, meragukan dia mampu lulus UMPTN. Lalu dia sadar, ada satu hal penting yang dia tidak punya yaitu ijazah SMA. Bagaimana mungkin mengejar semua cita-cita tinggi tadi tanpa ijazah. Alif letih dan mulai bertanya-tanya: “Sampai kapan aku harus teguh bersabar menghadapi semua cobaan hidup ini?” Hampir saja dia menyerah. Rupanya mantera man jadda wajada saja tidak cukup sakti dalam memenangkan hidup. Alif teringat mantera kedua yang diajarkan di Pondok Madani, yaitu man shabara zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung.


              Pelajaran dan ilmu yang mereka dapatkan di pondok Madani ini yang menambah tekad dan kesungguhan meraih cita-cita dan membuat mereka sukses dalam kehidupannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar